Melantjong Petjinan Soerabaia – Kampung Kungfu Surabaya

Melantjong Petjinan Soerabaia – Kampung Kungfu Surabaya

Arsitektur rumah perkampungan Kapasan Dalam

Perjalanan Melantjong Petjinan Soerabaia Episode 5 berlanjut lagi ke kampung kungfu di Kapasan Dalam setelah postingan saya sebelumnya mengenai Klenteng Boen Bio. Saya ditemani oleh Pak Gunawan yang sekaligus Pembina karang taruna di Kadal ini sekaligus warga yang mengenal riwayat sejarah Kapasan Dalam. Dulunya kapasan dalam ini terkenal dengan kampung kungfu atau kungfu village, atau juga kampung perlawanan, kampung buaya. Terutama kapasan dalam, terletak di belakang klenteng Boen Bio maka akan terlihat lapangan basket sebagai saksi sejarah Kadal. Orang-orang disini jaman dahulu tidak mau direndahkan orang luar. Misal ada penghuni baru tapi tidak permisi ke orang lama, maka akan diberi peringatan, jika sampai tidak mengindahkan peringatan maka akan dilempari kotoran rumahnya. Warga disini tidak suka kalau disalahkan, hingga sering terjadi baku hantam. Di Kadal (Kapasan Dalam) ini muncul tokoh-tokoh jago silat seperti Ko Kui Yang, Cing Hai, Sin Cai, Kon Su Ying sebagai orang-orang lama pada masa itu.

Arsitektur rumah kapasan dalam

Lapangan Basket saksi sejarah kapasan dalam

Pak Gunawan memberikan pandangan sejarah kapasan dalam

Kemudian dialnjutkan oleh Pak Lukito sebagai narasumber dari dosen UK Petra jurusan arsitek. Kadal dibangun di masa tahun 1800-an sedangkan klenteng Boen Bio di masa 1700-an. Generasi orang tionghoa pertama yang datang sendirian dan menikah dengan orang lokal disebut baba. Tahun 1900-an generasi totok yang mana orang tiongkok datang dan membawa keluarganya disebut totok. Di era inilah munculah sekolah tionghoa di Surabaya. Imigran-imigran yang datang ke Surabaya ini merupakan orang susah yang mengadu nasib di Surabaya.

 

Foto rumah satu pintu

Menyusuri brand gang kampong Kapasan Dalam ini, saya dilewatkan ke bangunan rumah yang dalamnya ada sumur yang bernama sumur tong. Sayang sekali saya tidak bisa melihat sumur ini seperti apa bentuknya karena pintu akses sumur ini dikunci. Sumur ini dulunya digunakan untuk mandi bersama, ada kebakaran maka digunakanlah air dari sumur ini. Ada juga cerita konon anak-anak kecil disini takut, karena mereka melihat ada wanita mandi tapi setelah diikuti menghilang. Tong dalam sumur tong mengartikan untuk lingkungan.

Di kampung kapasan dalam ini memiliki ciri khas yaitu memiliki kavling kecil-kecil namun panjang rumahnya.

 

Warga lama di Kapasan Dalam

Ciri khas rumah pecinan jaman dahulu pada bentuk ujung atapnya

Bio Gok Cuan merupakan tokoh tionghoa yang lahir disini, dimana Go Cuan merupakan orang yang berpengaruh di Kadal jaman dahulu. Tradisi wayang selalu dijaga dan tidak dihilangkan. Selama 114 tahun wayang di kadal (kapasan dalam) diadakan dan biasa dilaksananakan sehari sebelum lahirnya nabi Konghucu dengan perform wayang golek dan wayang kulit. Disinilah cikal bakal rumah-rumah tionghoa di Surabaya. Sampai-sampai pemerintah Belanda menempatkan kapiten cina di Hotel Ganefo yang berdiri sekarang. Di kadal sampai diberi polisi seksi 5 untuk menjaga daerah kadal. Kadal merupakan perumahan paling tua sedangkan slompretan adalah tempat dagang.

 

Ciri khas rumah pecinan jaman dahulu pada bentuk ujung atapnya


 

Melantjong Petjinan Soerabaia – Hotel Ganefo

Melantjong Petjinan Soerabaia – Hotel Ganefo

Setelah perjalanan menyusuri Kadal (Kapasan Dalam) di postingan sebelumnya, penyusuran kami dalam perjalanan Melantjong Petjinan Soerabaia berlanjut ke Hotel Ganefo Surabaya yang saya ceritakan dalam postingan penyusuran kapasan dalam dimana Hotel ini merupakan bekas peninggalan kediaman eks kapiten cina yang mengawasi Kapasan Dalam. Dalam bangunan ini suasana khas Belanda masih kental dimana masih menggunakan ciri khas bangunan belanda dengan atap yang tinggi dan ruangan yang besar, sama seperti rumah mak saya yang masih menggnakan atap yang tinggi dan ruangan yang besar.

Papan nama hotel ganefo surabaya

Foto bersama dengan salah seorang panitia melantjong petjinan soerabaia

Model telpon jaman dahulu masih digunakan

Jendela besar merupakan ciri khas masa Belanda

Sejuk sekali ketika masuk ke Hotel Ganefo karena masih menggunakan estetika bangunan belanda dengan adanya lubang angin pada plafon dan lubang angin pada pintu serta tingginya langit-langit. Ow ya Hotel ini terletak tidak jauh dari Klenteng Boen Bio, jadi cukup berjalan kaki sebentar maka sampailah di Hotel Ganefo yang terletak juga di Jl. Kapasan. Masih juga terlihat pada meja kasir berupa mesin ketik jaman kuno dulu dan masih berfungsi dengan baik hanya saja tidak digunakan karena mesin tik jaman dulu masih keras penenakan tuts keyboardnya. Tentunya hotel ini cocok untuk anda yang memiliki cita rasa khas arsitektur bangunan dan ala belanda maupun pencinta seni 🙂

 

Tata aturan pengunjung hotel ganefo

Mesin tik jaman kuno yang masih berfungsi

Melantjong Petjinan Soerabaia – Klenteng Boen Bio

Melantjong Petjinan Soerabaia – Klenteng Boen Bio

Papan Nama Klenteng Boen Bio Surabaya di Jl. Kapasan Surabaya

Setelah postingan bakcangan, lanjut lagi mengenai kisah klenteng Boen Bio. Awalnya klenteng ini ada di posisi belakang klenteng yang berdiri sekarang. Boen Bio ini punya cirri khas kalau literature luar artinya temple literature. Di dunia cuman ada 3 yang seperti Boen Bio yakni di kota asli tempat Konghucu lahir di Tiongkok, Jepang, dan Indonesia. Perlu di ketahui Klenteng ini sudah berusia 114 tahun. dan di belakang persis klenteng ini terdapat sekolah tionghoa jaman dahulu kala yakni Sekolah Tiong Hoa Hwee Koan Surabaya atau sekarang dikenal dengan TK Tripusaka. Posisi klenteng ini berada di Jl. Kapasan Surabaya dekat dengan pasar kapasan dan kya-kya kembang jepun Surabaya.

Salah 3 pintu dari 5 pintu masuk Klenteng Boen Bio Surabaya

Plakat yang ada tepat di atas altar sembahyang merupakan plakat asli dari raja tiongkok untuk membuktikan Klenteng Boen Bio ini adalah tempat peribadatan. Tulisan plakat di atas ini berartikan “Berkumandang ke Selatan” (Sen Diau Nan Cing) dimana aliran konghucu mengalir ke selatan Tiongkok.

Papan Sen Diau Nan Cing yang diberikan raja Tiongkok jaman dahulu terpajang di klenteng ini

Ciri unik di klenteng Boen Bio tidak adanya patung seperti halnya klenteng yang beraliran Tri Dharma tetapi disini menggunakan Shinci, yaitu papan tulisan yang dipuja adalah Tuhan Yang Maha Esa.

Tidak ada altar (Yu Lau) atau altar Tuhan Yang Maha Esa (Thien Di Ren) seperti di klenteng lainnya.

 

Hanya ada satu meja altar beribadah di Klenteng Boen Bio Surabaya di Jl. Kapasan Surabaya

Ada 2 aturan yang mengatur dalam ajaran Konghucu :

  • Thien Dau, yakni atuan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan
  • Ren Dau, yakni aturan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia

Dijelaskan juga oleh perwakilan majelis agama konghucu di klenteng ini bahwasanya dalam ajaran Konghucu juga diajarkan untuk menajaga lingkungan, aturan pemilihan pohon mana yang dapat ditebang, ikan tidak boleh di panen setiap hari dan pembuatan jaring yang tidak boleh mengenakan anak-anakya juga dalam jaring.

 

Naga di atap Boen Bio Surabaya

Nabi Konghucu lahir di tahun 551 sebelum masehi, penanggalan imlek tahun pertama. Kalau di penanggalan umum berarti 2000 + 551 maka menjadi tahun 2551 dalam kalender cina.

Nabi Konghucu lahir di keluarga perwira di jaman Jun Jiu (musim semi dan musim rontok), dimana pada masa itu banyak Negara yang tumbuh besar dan hancur. Awalnya sebelum Konghucu dilahirkan, orangtua Konghu tidak memiliki anak laki-laki karena 9 saudaranya perempuan semua dan ada 1 laki namun memiliki kaki yang cacat. Akhirnya ibunda dari Konghu berdoa di gunung Nisan agar diberi anak laki-laki.

 

Mendengarkan penjelasan ukiran dinding dengan batu marmer mengenai sejarah klenteng ini

Kalau diperhatikan di penutup meja sembahyang di klenteng Boen Bio ini terdapat binatang berkaki 4, bersisik dan mirip seperti naga serta memiliki tanduk di kepalanya ini disebut kirin. Saat Konghucu lahir ada 2 ekor naga yang mengelilingi rumah dan suara music yang merdu dimainkan oleh para dewa.

Konghu sendiri memiliki nama asli yaitu Tiong Ni, Ni diambil dari gunung Nisan, tempat ibunda Konghu sembahyang. Terdapat 49 tanda menakjubkan di tubuh Konghu yang menandakan bukan orang sembarangan. Di usia 19 tahun beliau menikah dan memiliki 1 anak, kerajaan member hadiah Ikan Li (Ikan Gurami). Di Usia 56 tahun mengembara.

 

Penjelasan Majelis Konghucu di Klenteng Boen Bioe mengenai filosofi dalam klenteng ini   

Kembali lagi ke sejarah klenteng Boen Bio, terdapat 2 pilar naga yaitu Tiong Si (Tepa Selira) sesama manusia harus bertenggang rasa.

Saat memasuki klenteng ini terdapat 4 anak tangga yang mengartikan :

  • Belajar
  • Di Dunia ini tidak mudah kekal ada saatnya pulang
  • Membersihkan pikiran dan kebersihan hati
  • Pada akhirnya kita akan pulang ke Tuhan YME

Pada ajaran Konghucu di aplikasikan dalam bangunan klenteng. 5 pintu yang ada menjadi pintu gerbang klenteng Boen Bio seperti halnya panca indra :

  • Cinta kasih
  • Kebenaran dan keadilan
  • Susila
  • Bijaksana
  • Dapat dipercaya

Hidup di dunia ini harus seimbang. Melihat yin dan yang dari klenteng dapat dilihat dari singa yang menjaga, di kiri perempuan dan di kanan laki.

Terdapat 6 pasang singa di klenteng ini, 1 pasang di depan, 1 pasang di belakang, 4 pasang di atap dimana 4 ini merupakan arah mata angin.

 

Untuk setiap memperingati ulang tahun nabi Konghu selalu diadakan wayang kulit oleh warga belakang klenteng, hal ini sudah menjadi tradisi dan tidak pernah dilanggar oleh penduduk setempat. Kenapa tidak boleh dilanggar ? ternyata kalau dilanggar warga percaya jika dilanggar maka akan terjadi musibah yang menimpa warga. Percaya tidak percaya terserah anda :p saya share apa yang saya ketahui. Ikuti juga kisah melantjong saya selanjutnya 🙂

 

 

Melantjong Petjinan Soerabaia : Bakcang

Melantjong Petjinan Soerabaia : Bakcang

Weiiitts Ericovamili ! kali ini saya berkesempatan untuk ikut tur melanjtong petjinan soerabaia. Setelah episode 3 yang aman event untuk petjinan berhubungan dengan pemakaman kali ini saya tidak melewatkan episode kampoeng kungfu, special di tanggal momentum fengshui 10-10-2010 ! 😀 episode kemarin yang melantjong petjinan menuju tuban saya tidak bisa hadir hehe :p

Ce Maya sedang briefieng para anggota

Seperti biasa markas besar selalu berkumpul di kediaman Ce Paulina Mayasari, founder dari Jejak Petjinan. Bertempat di Jl. Bibis no 3 (Bibisoversvaart straat 3) berkumpulah saya dengan para pelancong. Ehh ketemu Emak dari Ce Dian disini sekaligus Mak saya juga kekeke :p ga nyangka ternyata di part pertama yakni pembuatan bakcang dan sejarah bakcang ada Mak nongol dan masuk tipi :p hihihihi selamat ya mak 😀

                                               Souvenir Melantjong Petjinan Soerabaia

Pembuatan Bakcang

Nah di markas sini di ajarkan bagaimana membuat bakcang. Untuk temen-temen muslim sudah disediakan bakcang ayam dan untuk yang suka babi juga sudah disediakan. Dalam demo yang dilakukan sudah dipersiapkan bahan-bahan yang sudah di buat sehingga tidak terlalu lama dalam proses pembuatan bakcang jadi tinggal kukus saja. Dengan mengambil nasi/ketan dimasukkan terlebih dahulu kemudian diiringi dengan daging dan terakhir dibungkus dengan daun pring (daun bambu). Setelah itu bakcang diikat dan dengan tali. Setelah itu bakcang siap dikukus.

 

                                           Mak sedang mendemokan proses membuat bakcang

Sejarah Bakcang

Nah sejarah bakcang ini sebenarnya panjang banget tapi saya akan bagikan dari link sejarah yang saya ambil dari Bakcang Peneleh.

Sejarah bacang berasal dari tokoh Qu Yuan (343–289 SM). Qu Yuan adalah sastrawan terkemuka dari Kerajaan Chu. Bukunya sangat laris dan terkemuka, salah satunya Chun Tzu (Ratapan Negeri Tzu) dan Li Sao (Menapaki Kesedihan). Selain itu, ia juga dikenal sebagai menteri yang terpercaya dan setia. Kerena popularitas itu, rekan-rekannya menjadi iri dan berusaha menyingkirkan dia. Rekannya adalah para penjilat kekuasaan yang bermanis-manis di depan raja dan berusaha menjatuhkan Kerajaan Chu dan lebur dalam Kerajaan Chin. Qu Yuan tidak mau ikut dengan konspirasi itu sehingga ia makin dibenci rekan-rekannya.

Pada suatu kesempatan, para menteri menekan tim dokter untuk menyatakan pantang garam bagi raja yang sedang sakit. Akibatnya raja menjadi makin sakit dan hanya bisa terbaring. Mengetahui adanya komplotan ini, Qu Yuan diam-diam membungkus garam dalam daum bambu dengan empat kerucut, lalu menggantung bungkusan itu di langit-langit ranjang raja dengan maksud agar garam itu menetes sedikit demi sedikit di atas mulut raja supaya kesehatab raja pulih lagi.

 

                                          Tidak sabar menikmati bakcang yang telah dibuat

Ketika hal itu diketahui, Qu Yuan malah dituduh meracuni raja. Karena tidak mau berurusan dengan pengadilan, lalu ia bunuh diri dengan menceburkan diri ke Sungai Mi Lou. Mendengar berita ini rakyat menjadi sedih dan mencari jenazah Qu Yuan. Mereka juga melemparkan nasi yang dibungkus dengan bambu kerucut empat untuk dimakan ikan agar tidak mengigit tubuh Qu Yuan. Mereka juga menabuh genderang di perahu untuk mengusir roh-roh naga jahat yang bisa mengganggu roh Qu Yuan.

Peristiwa ini dikenang tiap tahun dengan perayaan Peh Chun (bacang). Perayaan ini ditandai dengan perlombaan perahu naga (dragon boat) yang diawaki sekitar dua puluh orang pendayung yang duduk berpasangan dan mendayung mengikuti ritme genderang dan tradisi ini juga ditandai dengan makan bacang.

 

                                                     Bakcang yang dibuat para peserta

Itulah sejarah bacang. Keempat kerucutnya melambangkan empat kata Qu-Yuan-Setia-Percaya. Bacang adalah lambang penghormatan karakter terpercaya dan orang percaya malah tidak dipercaya dan bahwa orang setia malah didakwa. Bacang adalah ungkapan utuhnya percaya dan setia.

Lomba perahu naga dengan tim mencerminkan kerja sama yang baik, tidak sikut menyikut, setia satu sama lain, bisa dipercaya dan memercayai serta berani menghadapi segala tantangan demi kebenaran.

 

Perjalanan ke Bandung

Perjalanan dari Surabaya ke Bandung seharusnya 16 jam di tempuh dengan Bis, dimuali dari saya tiba di Agen Bis Bandung Express berada di Jl.Arjuna Surabaya jam 3 yang kemudian ke Terminal Bungurasih untuk menjemput penumpang lain yang berada di terminal pukul jam 4 sore. Setelah itu perjalanan dimulai. Sampai di Pemalang pukul setengah 4 subuh. Pukul 4 pagi tiba di Tegal. Jam 7 pagi tiba di Sumedang. Sampai di Bandung Jl.Soekarno Hatta pukul sekitar pukul 8.40 pagi.

Di Bis Bandung Ekspress akan ditemui toilet dalam bis, dan ketika perjalanan sampai di Tuban akan di ajak makan malam sebagai fasilitas dari Bandung Ekspress dalam perjalanan jauh ke Bandung di sebuah tempat rumah makan (lupa saya nama rumah makannya) dimana menu nya dapat anda ambil sesuka anda dan secara default akan diberi teh hangat sebagai hidangan minuman.

Untuk pulangnya kembali ke Surabaya. Saya naik kereta api kelas ekesekutif dari Bandung ke Surabaya dengan naik kereta api. Dari Stasiun Bandung Kota pukul 19:00 Malam dan tiba di Stasiun Gubeng Surabaya pukul 07.40 Pagi. Perjalanan menggunakan kereta api memakan waktu 12 jam-an. Untuk kelas eksekutif per-orang dikenakan biaya Rp. 320.000 dan biaya reservasi sebesar Rp.10.000.

Sebenarnya harga standard dari Kereta Turangga untuk tahun 2010 adalah Rp.220.000 namun berhubung saya di momen liburan jadi harga menjadi Rp.320.000

Naik Kereta Api Turangga

Naik Kereta Api Turangga


Perjalanan pertama kali dalam hidup saya menaiki kereta api kelas 1 yakni Turangga. Kereta yang berbahan dan berdesain seperti pesawat terbang, dapat terlihat dari arsitektur jendelanya yang kecil-kecil yang menandakan desain pesawat terbang cepat.Di tiap gerbong kereta ini terdapat 4 LCD TV yang menghibur dengan film dan lagu-lagu. Ya bagus menurut saya untuk kelas eksekutif. Ada AC yang menampilkan temperature suhu ruangan pada gerbong juga.Disediakan pula kresek untuk yang mabuk. Ada bagasi di dekat pintu gerbong untuk menaruh barang bawaan seperti koper. Di kereta Turangga ini pada masing-masing gerbong memiliki pintu otomatis yang akan membuka pitu pemisah antar gerbong dengan menekan tombol untuk membuka pintu gerbong. Saya berangkat dari Statisun kota Bandung jam 7 malam dan tiba di Surabaya seharusnya pukul 8 pagi namun karena saat itu kereta terlambat jadi saya tiba di Stasiun Gubeng pukul 9 Pagi.

Stasiun pertama sebagai tempat pemberhentian adalah Stasiun Rancekek. Saya perhatikan selama perjalanan berhenti di setiap stasiun masih banyak stasiun yang menjaga keawetan arsitektur bangunannya dengan khas Belanda.

Sekedar info saja ternyata makan di Turangga semenjak 1 agustus,penumpang harus membayar.Pada saat malam itu menu yang saya ambil adalah Sepiring steak seharag Rp.25.000 dan segelas the manis hangat Rp.4000. Pantes saja pramugarinya nyatetin sesuatu ,saya pikir cuman buat survei makanan penumpang doank,ternyata.. Ya hitunghitung pengalaman makan di kereta api untuk pertama kali lah hehehe 🙂 Jadi saya sarankan untuk perjalanan jangan lupa bawa minum yang cukup dan camilan.

Di kereta ini terdapat colokan listrik di samping kursi penumpang jadi bisa untuk mencharger handphone maupun notebook. Pelayanan pembersihan sampah yang selalu melayani untuk mengambil sampah-sampah di tiap gerbong. Pramugari dan pramugara menawarkan menu makanan yang dibawa ke tiap-tiap gerbong dengan berbagai menu dari steak,nasi goreng,mi rebus. Dan untuk minumannya seperti kopi,teh, dan aqua. Disediakan juga selimut(blanket) yang masih tersegel seperti habis di-laundri dan bantal untuk punggung anda.

Perjalanan Bis dari Sidoarjo ke Indrapura Surabaya

Yah saya akan membagikan petualangan saya naik bis kota, sebenarnya saya sudah berulang kali naik bis kota namun saya tulis saya di blog ini agar dapat membagi pengalaman saya.

Perjalanan bis dimulai dari terminal larangan sidoarjo. Suasana yang akan anda hadapi adalah panas, badan saya langsung berkeringat untuk menstabilkan suhu badan. Bangku kursi sudah “bocel-bocel” oleh tangan jahil dan usia bis yang sudah uzur. Jangan dibayangkan seperti naik bis antar kota yang menggunakan AC di dalamnya. Jelaslah harga menentukan kualitas. Pengamen yang menyanyi maupun dengan caranya sendiri agar penumpang memberi belas kasih pada mereka serta pedagang yang berjualan. Jadi hati-hati dengan barang bawaan anda.

Rute dari terminal sidoarjo akan menuju tol Sidoarjo dan akan keluar di tol pasar turi. Perjalanan masih berlanjut sedikit lagi dan bilang saja ke kernet bis untuk turun di indrapura, maka akan diturunkan di depan museum kesehatan atau museum santet yang pernah saya bahas juga di blog ini.

Perjalanan dari terminal sidoarjo dan tiba di museum kesehatan memakan waktu sekitar 55 menit-an. Dan saya teruskan perjalanan dengan jalan kaki sekitar 100 meter dan akan tiba di Depot horison yang terletak di Jl. Indrapura surabaya no 27.

Demikian reportase perjalanan saya semoga dapat menjadi pengalaman ericovamili 🙂

Membedakan Angkot Kuning Sidoarjo

Membedakan Angkot Kuning Sidoarjo


Kali ini saya akan berbagi info naik angkot umum (angkutan kota)/kol/bemo. Jika diperhatikan di Kota Sidoarjo yang terkenal dengan kota udang akan ada 2 jenis angkot berwarna kuning, namun memiliki rute yang berbeda. Sedikit tips untuk anda yakni :

  • Jika anda sedang ingin menuju daerah Mall Suncity, Ramayana Mall, makam pahlawan, Taman Pinang Indah, Pondok Mutiara, Pondok Jati, Rumah Sakit Delta Surya dan terus ke arah Krian naiklah angkot berwarna kuning atau orange TANPA stiker dengan STRIP HIJAU
  • Jika anda sedang ingin ke arah Alun-alun Sidoarjo, Pucang Indah, Jenggolo, SMAN 1 Sidoarjo, Buduran, Joyoboyo maka naiklah angkot berwarna kuning DENGAN STRIP HIJAU

Semoga tips dari saya membantu anda untuk berputar-putar daerah Sidoarjo. Untuk diketahui untuk Juli 2010 saya naik dari tempat mangkal angkot di depan perumahan Taman Jenggala dan turun di depan Rumah Sakit Delta Surya saya bayar dengan Rp.1000 namun ditolak oleh supir dan meminta Rp.2000. Kemudian saya kembali dari depan alun-alun Sidoarjo menuju tempat mangkal angkot di depan perumahan Taman Jenggala juga dikenakan Rp.2000. perubahan harga yang signifikan dari tahun kemarin yang hanya Rp.1000.

Melantjong Petjinan Soerabaia Episode 3 – Adi Jasa

Okay berlanjut postingan saya mengenai makam kembang kuning kali ini perjalanan saya dan rombongan tur menuju Adi Jasa yaitu tempat persemayaman/rumah duka yang terletak di jalan demak 90-92 Surabaya. Perjalanan menuju Adi Jasa ini bukan ha lasing bagi saya karena memang jika ada keluarga yang meninggal atau kerabat selalu tempatnya disini kerana memang tempatnya yang luas. Kali ini Pak Agus sebagai tour guide di Yayasan Adi Jasa. 20 tahun lalu orang yang pergi ke Adi Jasa takut sekali, karena kanan kiri persemayaman tapi sekarang sudah banyak depot di Adi Jasa. Tamu tidak hanya melayat tapi juga bisa menikmati santap makanan tanpa perlu keluar dari Adi Jasa. Adi Jasa sendiri pertama kali ada karena banyak keturunan tionghoa yang tidak mampu baik dari segi ekonomi maupun dengan situasi yang tidak memungkinkan misalnya parkiran yang tidak muat untuk tempat parkir tamu-tamu yang melayat kemudian perlu ijin ini itu. Dengan adanya Adi jasa, tidak perlu ijin keramaian.

Yayasan Adi Jasa ini juga menyediakan rumah abu (columbarium) sebagai tempat untuk penitipan abu-abu kremasi jenazah kemudian disimpan dalam guci dan di masukkan dalam lemari kotak transaparan. Untuk kotak besar dikenakan biaya Rp.200ribu/tahun sedangkan kotak kecil Rp.120rb/tahun. Untuk jenazah yang masuk dalam lemari pendingin dalam sehari akan dikenakan biaya Rp.200ribu/hari. Ada hal yang membedakan antara penggunaan dry ice dengan cool storage yakni jiak menggunakan dry ice maka tubuh dari jenazah akan terasa keras.

Dalam etika menghormati keluarga yang meninggal, cara pay-pay kepada keluarga yang meninggal dengan hormat di kiri kemudian hormat kanan kemudian jika memang ingin menyumbang akan disediakan kotak sumbangan yang biasa terletak di kanan anda dan jika memang member sumbangan maka akan diberi kartu tanda terima sebagai bukti telah menyumbang.

Orang yang meninggal selama kurang dari 3 tahun biasanya lilin yang diguanakan adalah lilin putih, sedangkan jika sudah lebih maka menggunakan lilin merah. Seperti yang ceritakan di postingan liputan saya sebelumnya bahwa dalam meja altar sembahyangan, biasanya akan terdapat makanan kesukaan dari yang menginggal, jadi kalau yang meninggal suka indomie/mi instan maka disediakan mi instan di meja sembahyangan. Jadi tidak mengikat bahwa makanan yang harus disediakan ini itu.